DPR Setujui UU Perubahan Atas Grasi
Setelah melanjutkan pembahasan Tingkat I antara Komisi III DPR RI dengan Kementerian Hukum dan Ham, DPR RI menyetujui RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Grasi. Pengesahan RUU tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua Pramono Anung (F-PDI Perjuangan), Senin (26/7).
RUU perubahan tersebut di bentuk setelah adanya 2106 permohonan tunggakan warisan atas Grasi yang diperpanjang hingga 2011. “RUU mendorong Mahkamah Agung agar lebih cepat, karena 2106 kasus belum selesai,” kata Tjatur Sapto Edi (F-PAN) saat membacakan hasil pertemuan Tingkat I di Rapat Paripurna.
Sementara itu, Fachry Hamzah (F-PKS) mengharapkan Peraturan Pemerintah (PP) terhadap Grasi segera dikeluarkan. Ia menilai hal itu sangat penting mengingat masih banyaknya kasus salah tangkap di masyarakat.
“Agar Peraturan Pemerintah terhadap Undang-Undang Grasi segera dikeluarkan, karena banyak kasus salah tangkap, korban dari pengadilan fiktif,” tegasnya.
Menaggapi hal tersebut, Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, mengatakan kehadiran Undang-Undang perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 agar ada kepastian hukum berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM). “Undang-Undang perubahan dibentuk agar adanya kepastian hukum dalam penyelesaian kasus hukum, atas dasar Hak Asasi Manusia,” katanya.
Undang-Undang perubahan UU Nomor 12 tahun 2002 membahas tentang pemberian Grasi para terpidana. Grasi diberikan satu kali, atas kepentingan kemanusian dan keadilan. Permohonan itu dapat dilakukan setelah yang bersangkutan menjalani hukuman selama satu tahun. Guna mensosialisasikan hal itu, pemerintah akan proaktif turun ke masyarakat.
Sementara itu Mahkamah Agung akan memberi pertimbangan Grasi ke Presiden selama 30 hari. Sebelumnya pertimbangan Grasi dilakukan selama 3 bulan. Khusus untuk terpidana mati Grasi diajukan 1 tahun sejak Undang-Undang disahkan. (hrz)